
Gerejani Dot Com - Pengurus Majelis Pendidikan Kristen (MPK) di Indonesia bersama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengadakan forum “Koordinasi Nasional Gereja dan Pendidikan” melibatkatkan 4 pilar pendidikan kristen, yakni Yayasan/Lembaga penyelenggara pendidikan, Sekolah Tinggi Teologi-Perguruan Tinggi Kristen, Dunia Usaha, dan Sinode Gereja. Tema pembahasan Koordinasi Nasional Gereja dan Pendidikan “Kolaborasi Menuju Solusi”, diadakan pada 1 Maret 2023 di Gedung HOPE Kampus Universitas Pelita Harapan Karawaci.
Forum Koordinasi Nasional Gereja dan Pendidikan dengan Ketua Panitia Johan Tumanduk SH, MM, M.Min, M.Pd.K Ketua III Bidang Organisasi MPK Indonesia, dihadiri oleh Dirjen Bimas Kristen Kemenag RI Dr. Jeane Marie Tulung, S.Th., M.Pd, perwakilan Kemendikbudristek, dan ratusan peserta perwakilan aras gereja, pimpinan Sinode Gereja, Yayasan/Lembaga penyelenggara pendidikan, STT-PTK, dan perwakilan dunia usaha, juga terlihat hadir Rektor UPH Dr. (Hon.) Jonathan L. Parapak, M.Eng.Sc.
Peserta forum Koordinasi Nasional Gereja dan Pendidikan adalah perwakilan lembaga yang termasuk dalam Lima Pilar Penggerak Pendidikan Kristen, yang memahami peta kondisi sekolah Kristen dan permasalahannya di lapangan, memiliki kepedulian dan komitmen untuk memikirkan solusi permasalahan Pendidikan Kristen di Indonesia serta memiliki kemampuan menjadi penggerak untuk merancang rekomendasi berupa solusi konkret atas permasalahan yang dihadapi sekolah Kristen yang mengalami penurunan kualitas dalam bentuk program jangka Panjang.
Melalui Koordinasi Nasional ini, gereja bersama pengurus yayasan diharapkan untuk terus memperkuat manajemen sekolah. Selain itu, gereja juga perlu mendorong jemaatnya agar banyak yang mau menjadi guru.
Ketua Umum PGI Pdt Gomar Gultom saat menyampaikan kata sambutan, menyampaikan “Di tengah fenomena masyarakat kita yang menempatkan pendidikan sebagai komoditi dagang. Koordinasi Nasional hari ini bertajuk Kolaborasi. Kolaborasinya seperti apa? Saya masgul dan saya cukup prihatin dengan fenomena yang berkembang dalam perkembangan pengelolaan sekolah-sekolah milik gereja yang dalam posisi hidup segan mati tak mau”.
Dirjen Bimas Kristen Jeane M. Tulung, dalam kata sambutannya, diantaranya menjelaskan bahwa Pemerintah melalui Ditjen Bimas Kristen telah berupaya sedemikian rupa, untuk turut serta dalam membangun peningkatan wajah Pendidikan di Indonesia khususnya dibidang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, Ditjen Bimas Kristen telah membina 384 Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen, 248 Satuan Pendidikan Keagamaan Kristen (SPKK) tingkat menengah dalam bentuk SMTK dan SMAK, dan 179 Satuan Pendidikan Keagamaan Kristen (SPKK) tingkat dasar dalam bentuk SDTK dan SMPTK.
Berbagai langkah dari gereja ini, perlu juga didukung oleh Perguruan Tinggai Kristen di Indonesia. Saat ini, ada 21 Perguruan Tinggi Kristen yang memiliki FKIP. MPK berharap bahwa FKIP dari Perguruan Tinggi Kristen (PTK) ini bisa memperbesar kapasitas atau jumlah mahasiswanya. Tentunya, PTK ini juga harus menyediakan beasiswa kepada mahasiswa FKIP.
Dengan adanya Tri Dharma perguruan tinggi, maka dosen dan mahasiswa juga bisa melakukan pengabdian kepada Sekolah Kristen. Baik dalam bentuk pembinaan guru, perbaikan kurikulum atau peningkatan manajemen sekolah. Semua gerakan ini juga sesuai dengan visi dan misi MPK untuk mentransformasi Sekolah Kristen di Indonesia untuk menghasilkan siswa Kristen yang unggul, adaptif, mampu memberi dampak positif, berjiwa pemimpin dan berkarakter Kristiani.
Pemaparan Ketua Umum MPK Indonesia Handi Irawan
Pemaparan Ketua Umum MPK Indonesia Handi Irawan, berjudul “Tantangan dan Solusi Sekolah Kristen di Indonesia” menyampaikan 3 kondisi quo vadis sekolah kristen, yakni : gereja bertumbuh sekolah kristen justru menurun; sekolah kristen yang kuat semakin kuat, yang lemah semakin lemah; dan sekolah kristen adalah ladang pelayanan yang efektif, benarkah gereja, perguruan tinggi kristen, STT, dan pelaku usaha melihat hal yang sama?
Handi juga menyampaikan ada 5 grade kategori kualitas sekolah kristen di Indonesia, yakni grade A yayasan/badan penyelenggara pendidikan kristen dengan rata-rata pertumbuhan jumlah peserta didik lebih dari 5% per tahun, grade B rata-rata pertumbuhan jumlah peserta didik 2 hingga 5%, grade C antara 1% hingga -1%, grade D -2% hingga -5%, dan grade E -5% ke bawah.
Temuan fakta MPK Indonesia bahwa realitas 40% sekolah kristen berada pada grade D dan E, kondisi pada grade ini kemungkinan besar dapat tutup antara tahun 2023-2030. Mengapa banyak sekolah kristen sulit bertahan? Berdasar pemaparan dalam forum Koordinasi Nasional Gereja dan Pendidikan MPK Indonesia, ada sejumlah faktor yakni : Pendidikan adalah sektor/bidang yang disubsidi negara dengan jumlah besar, dilain pihak, sekolah kristen mengupayakan pendanaan sendiri, dan lingkaran problem yang terus menerus bagi yang tidak mampu bersaing.
Sementara analisis problem fundamental bagi yang tidak mampu bersaing, lemah dalam hal core competence (guru dan manajemen yang kurang berkualitas), reputasi sekolah kristen yang buruk, dan jumlah siswa yang menurun.
Handi mengungkapkan ada 8 hal yang menjadi lingkaran problem sekolah kristen : menurunnya kualitas guru, menurunkan kualitas siswa, menurunkan kualitas alumni, menurunkan reputasi sekolah, kesulitan siswa baru, problem keuangan, infrastruktur dan fasilitas yang tidak memadai, dan manajemen sekolah yang lemah.
Selain adanya lingkaran problem, Handi juga menjelaskan 7 kesalahan sekolah kristen, yakni : pengurus yayasan yang lemah, tidak berorientasi pada kualitas, kesalahan strategi memilih segmen, kesalahan menetapkan uang SPP yang rendah, tidak berani membayar guru, minimal sama dengan guru negeri, tidak memiliki konsep sekolah kristen yang unik, dan tidak ada feasibility study sebelum membangun sekolah.
Handi melihat ada 3 opsi untuk sekolah kristen yang mengalami kondisi penurunan, yakni tutup semua/tutup sebagian unit sekolah, tetap berjuang sendiri dan mau berubah (memerlukan bantuan dana/infrastruktur, peningkatan kualias guru dan kurikulum, peningkatan manajemen sekolah), berjuang bersama dengan sekolah kristen lainnya (dimentor sekolah kristen/konsultan, menjadi sekolah asuh dari sekolah kristen lain, merger dengan sekolah kristen yang kuat).
Solusi nasional untuk jangka panjang dalam menangani masalah sekolah kristen di Indonesia, disampaikan Ketum MPK Indonesia Handi Irawan, yakni dengan konsep 2+1 sebagai berikut : produksi guru kristen yang lebih banyak dan berkualitas, mengganti manajemen sekolah kristen dengan yang berkualitas, dan pembinaan guru-guru kristen.
MPK melihat ada 3 stakeholder utama yang dapat bersinergi : Gereja/Sinode, perguruan tinggi dan STT, serta pelaku usaha, sementara ada 7 stakeholder yang dapat bergerak bersama untuk eksekusi program nasional, yakni MPK, Gereja/Sinode, Yayasan, Perguruan Tinggi Kristen/STT, Kemdikbudristek & Pemda, Pelaku Usaha, dan Orangtua Murid.
MPK sebagai lembaga telah berdiri tahun 1950, dan saat ini menaungi sekitar 400 yayasan dan 7000 unit Sekolah Kristen di Indonesia. Bagi MPK, kemajuan Sekolah Kristen juga sebagai bagian upaya untuk membantu pemerintah dalam upaya mencerdaskan bangsa. (DED)
